• Breaking News

    Tidak komitmen, Marcos akan tuntut Indonesia di mahkamah Internasional

    Marcos
    HAVIA WORLD | ACEH | Momentum Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepakatan Helsinki, 15 Agustus 2020 diharapkan bukan hanya sekedar seremonial belaka. Karena momentum itu merupakan hari bersejarah untuk Aceh dan bangsanya.

    Dalam rilis persnya Misbahuddin Ilyas alias Marcos yang merupakan mantan kombatan GAM Wilayah Samudera Pase mengatakan, "Rakyat Aceh harus bersatu dalam rangka terwujudnya pemerintahan rakyat Aceh sesuai dengan amanat MoU Helsinki," tulisnya.

    Dalam keterangannya bahwa seluruh rakyat Aceh tahu bahwa kewenangan Indonesia di Aceh hanya enam bagian saja, selebihnya milik Aceh secara penuh.
    "Semua pihak harus bertanggung jawab terhadap apa yang selama ini tidak berjalan di Aceh sesuai MoU Helsinki tapi Pemerintah Indonesia tidak serius dalam perjanjian internasional di Helsinki," ungkapnya.

    Ia menambahkan juga diharapkan diplomat Aceh harus kompak dan tidak tercerai-berai, jika ingin persoalan Aceh terlaksana sesuai isi perjanjian internasional. Dan para kombatan mengharapkan juru runding harus sepakat dan sepaham, agar semua cita-cita bangsa Aceh tercapai.

    "Juga, sekali lagi kami himbau pada Pemerintah Indonesia untuk betul-betul serius dalam merealisasikan butir perjanjian internasional ini. Kalau pemerintah Indonesia juga masih mempersulit masalah isi perjanjian internasional maka kami generasi bangsa Aceh akan melaporkan persoalan ini pada dunia internasional," ungkapnya.

    Maka dari itu, kata Marcos, Pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas pembunuhan umat muslim Aceh dalam beberapa dekade sebelumnya.

    "Kami akan menuntut Indonesia ke mahkamah internasional berdasarkan bukti bahwa tidak komit dengan perjanjian internasional," tuntutnya.

    Kedua, pihaknya juga akan menuntut Indonesia atas pembunuhan muslim Aceh beberapa dekade sebelumnya ke mahkamah internasional.

    "Jika Indonesia tidak komit dengan perjanjian internasional dan berlarut-larut maka kami tidak bertanggung jawab jika kondisi Aceh memburuk dan itu murni kesalahan Indonesia atas ketidakpastian terhadap perjanjian internasional untuk Aceh," pungkasnya. (Sumber MU-PPWI Pusat)

    No comments