• Breaking News

    KLARIFIKASI KEGADUHAN KEGIATAN DOA UNTUK NEGERI DI HOTEL PRINCESS KEISHA DENPASAR

    Tim LKBH Muhammadiyah Bali 

    Havia World | Denpasar | Kegiatan Doa untuk negeri (25/12) di Hotel Princess Keisha Denpasar merupakan acara yang diadakan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam wadah agenda kegiatan doa yang bertujuan untuk penggalangan dana aksi kemanusiaan Palestina dan Uighur.

    Kejadian (25/12) berawal dari keributan yang terjadi antara panitia penyelenggara dengan anggota aksi demo yang diberitakan berasal dari kelompok massa Patriot Garda Nusantara (PGN) yang dikomandoi oleh Gus Yadi.


    Gus Yadi Menyampaikan dalam orasinya bahwa "Uighur sudah selesai, jangan lagi dibahas disini, Kami datang untuk mempersembahkan jiwa raga kami untuk NKRI ( Negara Kesatuan Republik Indonesia), Ideologi Pancasila tidak boleh diganti dengan Ideologi apapun, " Teriak Gus Yadi.

    Ketegangan yang terjadi antara kedua belah pihak saat dimana umat kristiani merayakan Hari raya Natal tersebut tidak dapat dihindari, yang membuat Kabag ops Poresta Denpasar Kompol I Nyoman Gatra mengambil sikap tegas.

    "Hari ini hari Natal dan hari libur nasional, dalam menyampaikan pendapat tidak boleh melanggar HAM dan mengganggu ketertiban umum," teriak Beliau.


    Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Muhammadiyah Bali ditunjuk sebagai kuasa hukum oleh panitia penyelenggara doa untuk negeri dan dari pihak management hotel princess Keisha berdasarkan surat kuasa khusus no.019/MHHK/SKK/LKBH/XII/2019 pada tanggal 26 desember 2019.

    Terdapat 11 (sebelas) butir keterangan yang dijelaskan kepada Havia World yaitu mengenai 1.Kegiatan tersebut tidak melanggar hukum, 2. Kemerdekaan menyampaikan pendapat, 3. Mereka menuding pihak Gus Yadi yang mengkomandoi orasi penolakan tersebut adalah melanggar hukum karena dilakukan di hari libur nasional, 4.mengapresiasi pihak Kepolisian dalam mengamankan dan mengambil tindakan yang turut menjaga kondusifnya acara yang berlangsung, 5.Bahwa Gus Yadi atau nama lengkap Agus Pariyadi ini adalah terlapor di Polda Bali, 6. Menolak tuduhan kepada Ust. Haikal Hasan bukan merupakan kelompok Radikal , HTI dan pro khilafah, 7.menolak bahwa HTI dan FPI tidak terlibat dalam acara yang berlangsung saat itu, 8. Menolak tuduhan sebagai Pro khilafah yang ingin merongrong NKRI, 9.Agenda acaranya hanya 2 yaitu doa untuk kemanusiaan di palestina dan uighur dan penggalian dana untuk aksi kemanusiaan tersebut tanpa ada pembahasan tentah khilafah, 10. Pihak panitia dan pihak management hotel princess keisha akan menempuh jalur hukum atas fitnah yang dilontarkan kepada pihaknya, 11. Dikatakan dalam lembaran press releasenya bahwa mereka mendesak Kapolda Bali Irjen Pol. Petrus Golose untuk menuntaskan kasus terlapor dalam laporan polisi,

    No. LP/504/XII/2017/SPKT (20/12/2017) atas nama terlapor Agus Priyadi alias Gus Yadi.

    No. LP/505/XII/2017/SPKT (20/12/2017) atas nama terlapor Made Kawi alias Petir dan Dwi Jodi Hermawan alias Romo Dwi.

    No. LP/506/XII/2017/SPKT (20/12/2017) atas nama terlapor I Gusti Ngurah Arya Wedakarna.

    No. LP/507/XII/2017/SPKT (20/12/2017) atas nama terlapor I Gusti Agung Ngurah Harta dan Arif.

    No. LP/508/XII/2017/SPKT (20/12/2017) atas nama terlapor Mocka Jadmika, I ketut Ismaya dan Jemima Mulyandari.

    No. LP/511/XII/2017SPKT (20/12/2017) atas nama terlapor I Ketut Ismaya dan kawan-kawan.

    Foto diambil dari akun pribadi Ketut Ismaya

    Dari pihak yang menolak kegiatan-kegiatan yang dianggap terselubung oleh pihak yang berseberangan tentu tidak bisa dianggap sebelah mata atas gerakan penolakan paham Radikalisme dan gerakan Intoleran.

    Mereka (PGN) bergerak berdasarkan latar belakang yang mendasari para tokoh yang hadir di acara tersebut, seperti Ust. Haikal Hasan yang dianggap banyak pendapat beliau yang dianggap pro terhadap khilafah, radikalisme dan kelompok HTI.

    Berdasarkan keterangan mereka juga melihat tim panitia dari doa bersama itu menggunakan memakai atribut FPI, itu yang membuat kelompok berseberangan ini meradang.


    Ormas yang sekarang merupakan kelompok doa itu tidak diperkenankan ada di Bali dikarenakan sikap-sikapnya yang dianggap tidak toleran terhadap perbedaan yang ada di bumi Indonesia ini yang ada sejak lama, menurut mereka yang berseberangan.

    "Seperti mengorek luka lama bahwa perlakuan kaum Radikal yang pernah memporakporandakan pulau dewata ini dengan Bom Bali 1 dan 2" , jelas dari mangku salah satu pura dalem di Bali.

    Dalam kondisi yang pelik ini sebaiknya janganlah berargumen akan menggunakan jalur hukum, yang sebetulnya sebelum jalur hukum ada jalur-jalur yang lebih tepo seliro dan lebih musyawarah mesti di utamakan, bila ingin kedamaian terjadi di muka bumi Indonesia ini.

    "Menutup paksa acara seperti yang di jogya kemarin lalu misalnya", tegas seorang warga Bali yang tak ingin disebutkan namanya.

    Dugaan-dugaan yang seperti inilah yang hendak diklarifikasi oleh kelompok doa kemarin yang mengundang kami pada acara klarifikasi kemarin oleh Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Muhammadiyah Bali.

    Tim hukum kelompok doa ini mengatakan juga, "kami sudah koordinasi dengan Ust. Abdul Somad bahwa beliau bersedia diperiksa, beliau lagi di sudan dan beliau baru balik januari nanti"

    Sebaiknya sebelum jalur hukum yang ditempuh Musyawarah mufakat adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan setiap konflik yang ada dalam perbedaan yang sangat banyak di Indonesia ini guna mencapai kerukunan yang baik di negeri ini kedepannya. (Ray)

    No comments